Anda
jangan terperanjat jika kami katakan akidah Salafi Wahabi itu sangat
mirip dengan akidah Yahudi dan Nasrani. Benarkah demikian? Mari kita
buktikan bersama!
Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal , bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah.
Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat
al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut
:
عن عكرمة اَن الرسول صلى الله عليه وسلّم قال: راَيت ربي عزّ وجلّ شَابا امرد جعد قطط عليه حلة حمراء
“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39)
“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39)
Sungguh
keji pengaruh riwayat palsu di atas. Riwayat-riwayat palsu produk
pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut
Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu. Tidak
diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.
Salafi Wahabi memperjelas hadits di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelaki, singa, banteng dan burung elang. Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab.
Siapakah
Ibnu Khuzaimah? Dia adalah salah seorang ulama ahli hadits yang banyak
dipakai oleh Salafi Wahabi untuk dijadikan referensi. Namun setelah
semakin matang dalam pengembaraan intelektualnya, Ibnu Khuzaimah
menyesali diri telah menulis kitab tersebut, seperti dikisahkan oleh
al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab al-Asma wa ash-Shifat hal. 267
Walaupun begitu, soko guru Salafi Wahabi, yaitu Ibnu Taimiyah tetap mengatakan bahwa Ibnu Khuzaimah adalah ”Imamnya Para Imam”
karena menurutnya telah banyak meriwayatkan hadits-hadits ’shahih’
tetang hakikah Dzat Tuhan (padahal yang sebenarnya hadits-hadits itu
kenal dengan nuansa tasybih dan hikayat Israiliyat). Oleh karena itu,
ketika mengomentari sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Taimiyah berkata :
”Hadits
ini telah diriwayatkah oleh ’Imamnya Para Imam’ yaitu Ibnu Khuzaimah
dalam Kitab at-Tauhid yang telah ia syaratkan untuk tidak berhujjah di
dalamnya melainkan dengan hadits-hadits yang dinukil oleh perawi adil
dari perawi adil lainnya, sehingga bersambung kepada Nabi SAW” (Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Jilid 3, hal. 192)
Maka tak
heran jika Ibnu Taimiyah pun berkeyakinan sama buruknya, seperti dalam
Majmu’ Fatawa j. 4, h. 374, Ibn Taimiyah berkata “Para ulama yang
diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah
Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya”.
Awalnya
Ibnu Khuzaimah sangat meyakini bahwa seluruh hadits yang ia muat di
dalam kitabnya adalah shahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab
menurut pengakuannya ia telah meriwayatkanya dengan sanad bersambung
melalui para periwayat yang adil dan terpercaya. Demikian sebagaimana ia
tegaskan di awal kitab tersebut dan juga tertulis di cover depan kitab at-Tauhid tersebut.
Gambar dibawah ini adalah scan teks tentang keyakinan tasybih dari Kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983, halaman 198.
Untuk lebih jelasnya kami tuliskan ulang hadits Israiliyat yang sudah menjadi bagian dari keyakinan kaum Salafi Wahabi itu sebagai berikut :
عن عبد
الله عمر بن الخطاب بعث الى عبد الله بن العبّاس يساله: هل راى محمّد صلى
الله عليه وسلم ربّه؟ فارسل اِليه عبد الله بن العبّاس: ان نعم. فردّ عليه
عبدالله بن عمر رسوله: ان كيف راه؟ قال: فارسل انّه راه في روضة خضراء دونه
فِراش من ذهب على كرسي من ذهب يحمله اربعة من الملاىكة، ملك في صورة رجل، و
ملك في صورة ثور وملك في صورة نسر، وملك في صورة اسد
…..
Abdullah ibnu Umar ibnu al-Khaththab mengutus seseorang untuk menemui
Ibnu Abbas menanyainya, ”Apakah Muhammad SAW melihat Tuhannya?” Maka
Abdullah ibnu Abbas mengutus seseorang kepadanya untuk menjawab, ”Ya,
benar. Ia melihatnya.” Abdullah ibnu Umar meminta pesuruhnya kembali
kepada Ibnu Abbas untuk menanyakannya, ”Bagaimana ia melihat-Nya?”.
Ibnu Abbas menjawab melalui utusannya itu, ’Da melihat-Nya berada di
sebuah taman hijau, dibawah-Nya terdapat hamparan permadani emas , Dia
duduk di atas kursi terbuat dari emas yang dipikul oleh empat malaikat;
malaikat berupa seorang laki-laki, malaikat berupa banteng, malaikat
berupa burung elang, dan malaikat berupa singa.”
(Ibnu Khuzaimah: Kitab at-Tauhid, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983 M, hal. 198)
Pembaca
yang budiman, Ketika kami menggabungkan hadits Abu Ya’la yang telah lalu
dan hadits Ibnu Khuzaimah ini (dimana keduanya telah menjadi dogma
Salafi Wahabi), kami sungguh sangat terperanjat!. Kami menjumpai adanya
kesamaan antara dogma Salafi Wahabi itu dengan dogma Nashrani, dalam hal
ini gambar Tuhan milik mereka. Sebuah gambar yang mengilustrasikan
tentang hakikat Tuhan mereka, Yesus Kristus.
Lukisan itu sama persis dengan apa yang digambarkan oleh Salafi Wahabi, yaitu: seorang pemuda , berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah, sedang duduk di atas kursi emas di taman hijau dibawah-Nya hamparan permadani emas yang dipikul oleh empat malaikat berupa seorang laki-laki, banteng (sapi hutan), burung elang, dan singa.
Dibawah
ini gambaran milik umat Kristiani tentang Yesus Kristus, silahkan Anda
bandingkan dengan hadits Ya’la dan Ibnu Khuzaimah yang direkomendasikan
oleh Salafi Wahabi untuk diyakini oleh setiap pengikutnya:
Perhatikanlah
gambar milik kaum Nashrani di atas, tidak ada bedanya sama sekali
dengan apa yang diajarkan oleh Salafi Wahabi tentang jati diri Tuhan.
Apakah ajaran Salafi Wahabi tadi (yang mereka klaim berasal dari hadits
shahih) adalah hasil copy paste dari ajaran orang-orang Yahudi dan
Nashrani ini? Kenapa ini bisa terjadi? Karena akidah Salafi Wahabi
berasal dari hadits-hadits palsu Israiliyat, yakni karangan orang-orang
Bani Israil yang telah Allah sesatkan.
Oleh
karenanya, sudah selayaknya kita meragukan dogma tajsim dan tasybih kaum
Salafi Wahabi, sebag tajsim dan tasybih itu sangat diwanti-wanti dan
dilarang dalam Islam. Terkadang, kaum Salafi Wahabi masih saja mengelak
dan memutar kata dari tuduhan tajsim ini. Namun, jika yang demikian
bukan tajsim, lalu yang bagaimana lagi yang dinamakan tajsim?
Berhati-hatilah wahai umat Islam dari mengikuti faham mereka ini agar
kita tidak terperosok dalam kemusyrikan dan kekafiran.
Namun
sayangnya, semakin mereka dikritik, maka akan semakin keras menentang
(mungkin karena memang seperti itulah watak asli mereka). Mereka merasa
paling benar. Nyata-nyata mereka yang keliru, tetapi malah mereka yang
bersikap lebih keras kepada umat Islam yang coba meluruskan, lalu
menudingkan tuduhan kafir. Dalam buku mereka, Halaqat Mamnu’ah karangan
Hisyam al-Aqqad dinyatakan:
من فسّر اِستوى باستولى فهو كافر
”Barang siapa yang menafsirkan kata istawa dengan istawla (menguasai), maka dia kafir.”
Dari
pemaparan ringkas di atas, Anda dapat mengerti bagaimana kualitas akal
pikiran sebagian ulama Mujassimah yang menjadi rujukan Salafi Wahabi.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu al-Jauzi mensifati mereka
sebagai para ahli hadits dungu. Adakah kedunguan yang melebihi kedunguan
kaum yang sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk di sebuah kursi yang
dipikul oleh empat malaikat dalam rupa berbeda-beda, sesekali meyakini
bahwa Allah SWT bersemayam di atas Arasy-Nya yang ditegakkan di atas
punggung delapan ekor banteng yang mengapung di atas air di sebuah rumah
di atas langit ketujuh, dan sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk
berselonjor sambil meletakkan salah satu kaki-Nyadi atas kaki-Nya yang
lain? Itu semua adalah hadits-hadits palsu buatan Bani Israil yang
dikenal riwayat-riwayat Israiliyat. Masihkah Salafi Wahabi tidak
menyadarinya, melainkan malah menganggap dirinya yang paling benar?. La haula wa la quwwata ill billah.
Semoga Allah mengilhamkan kepada kita kemurnian akidah dan kesucian
keyakinan tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Suci serta kematangan
logika.
(Ditulis
kembali oleh Tim Sarkub.Com dari sumber buku “Mereka memalsukan
kitab-kitab ulama klasik” dengan sedikit perubahan seperlunya.)
2 komentar:
Waw...saya lihat anda sangat berani memberi fatwa
anda ulama ya?..kalo ulama gax heran..
saya ini juga sunni, saya teringat kata Mahaguru saya Said Habib Hamzah Al-Murtdha bin Abdul Halim Al-Muttaqim..kata beliau
" Berhati-hatilah dalam berkata!, Sesungguhnya kita tidak tahu apa yang kita katakan itu benar. Ketahuilah kelak di hari penghissaban KAMU AKAN DIPERTANGGUNG JAWABKAN atas perkataanmu. Apabila benar maka beruntunglah, apabila salah "Fan Tabih, Tabbanlaka" Celakalah Engkau."
Mahaguru saya selalu mengamanahkan untuk "Husnudhan" pada orang lain. Toh kalo mereka emang salah, itu menurut Ilmu kita, blum tentu bagi Allah begitu(Allah Maha Tahu). Kecuali emang Sudah Mutlaq salah.
Wassalam..
Jawabannya Ada di disini
http://at-thaifahmanshurah.blogspot.com/2012/03/ibnu-taimiyyah-menolak-fahaman-tajsim.html
Posting Komentar