Orang-orang Wahabi (red:
salafi) yang katanya paling beriman dan paling mengikuti sunnah, memang
tidak bisa menjaga lidah dari ucapan mengkafirkan orang sembarangan
tanpa pilih kasih, bahkan mudah saja mengatakan ayah ibu Rasulullah
adalah kafir/musyrik. Tak kah kamu pertimbangkan ayat Allah:
“sesungguhnya orang2 musyrik adalah najis” (surat at-Taubah azat 28)
“sesungguhnya orang2 musyrik adalah najis” (surat at-Taubah azat 28)
Ya memang para ulama dalam menafsirkan
ayat di atas ada yang mengartikan najis dalam arti hakiki hingga
orang-orang kafir tidak boleh memasuki mesjid, dan ada juga para ulama
yang menafsirkan najis dalam arti majazi, hingga maksudnya adalah najis
dalam hal aqidah.
Tapi tetap saja, makna mana sajapun yang
diambil dari kedua ayat di atas ; sangat menyakiti Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin seorang Rasulullah yang
suci dilahirkan daripada orang-orang yang beraqidahkan najis atau
dilahirkan dari daging dan darah yang najis. La haulun wa la quwwatun
illa billah.
Lihatlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
Sesungguhnya Allah mensucikan daripada
anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak2 Ismail: Kinanah,
mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy:
Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada Bani Hasyim. (Hadits
riwayat Muslim)
Cobalah pikir pakai otak, jangan pakai
dengkul, apakah mungkin Allah mensucikan mereka, dari generasi ke
generasi, sementara mereka adalah orang2 kafir???
Dan kemudian apakah kalian lupa dengan firman Allah:
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً
“Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan najis dari ahlul baitmu dan mensucikan mu dengan sesuci-sucinya.”
Inilah kesalahan wahabi. Mereka tidak
pernah melihat dalil-dalil lain yang lebih kuat dan lebih qoth’i.
Sudahlah cara mereka sangat tekstual dalam memahami nash ditambah pula
tak mau melihat dan menggabungkan dalil-dalil lain yang ada. Maka
hancurlah istimbath mereka dalam segala bidang, baik fiqih, tauhid
maupun tasawuf. Inilah yang menjadi sebab kenapa mereka mengharamkan
isbal, pembangungan kubur, pemahaman tentang makna bid’ah dan banyak
lagi.
Lalu bagaimana dengan hadits riwayat Muslim:
حدثنا يحيى بن أيوب ومحمد بن عباد واللفظ
ليحيى قالا حدثنا مروان بن معاوية عن يزيد يعني بن كيسان عن أبي حازم عن
أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استأذنت ربي أن أستغفر
لأمي فلم يأذن لي واستأذنته أن أزور قبرها فأذن لي
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun untuk
ibuku maka Dia tak mengizinkanku, kemudian aku minta izin untuk
menziarahi kuburnya maka Dia mengizinkan aku. (HR. Muslim 976, juga
diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, ; An Nasa’I dan Ibnu Hibban, semuanya
dari jalur Abu Hurairah)
Mendengar hadits ini, maka kita jangan
tergesa-gesa megatakan bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
adalah kafir. Wal ‘iyadzubillah…
Harus kita teliti dulu pendapat para
ulama tentang pemahaman hadits itu sebenarnya bagaimana. Mari kita
dengar apa kata Imam Suyuthi penutup amirul mukminin fil hadits:
“ Adapun hadits tersebut maka tidak
mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi
shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang
untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya
tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam
akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang diistighfarkan Rasul
dibelakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga,
sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai
dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap
mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan). Maka
seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya
sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliaupun
tertahan dari surga di dalam barzakh ; karena ada sesuatu yang lain
diluar kufur.”[At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi hal 29]
Kemudian mari kita simak apa kata
Al-Allamah Al Arif Billah Syaikh Zaki Ibrahim pimpinan Tariqat
Syadziliyah Asyirah Muhammadiyah di Mesir:
1. Bahwasanya istighfar adalah bagian
dari penghapusan dosa, maka ; seseorang tidak akan berdosa selama dakwah
Islam belum sampai kepadanya. Maka tidak perlulah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam memintakan ampun untuk orang yang belum
terhitung telah melakukan dosa dan Allahpun juga tak akan mengiqobnya
sebagai dosa. Maka memintakan ampun kepada ibunya, adalah suatu hal yang
sia-sia, dan bukanlah daripada sifat para Nabi melakukan suatu hal yang
sia-sia.
2. Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]
2. Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]
Ketiga pemahaman yang diungkapkan oleh
dua ulama kita di atas sangatlah mewakili pemahaman jumhur ulama lainnya
yang tidak pernah mengatakan bahwa ibu Rasulullah adalah kafir.
Adapun riwayat di dalam Tafsir Thabari
tentang turunnya surat Al Baqaroh ayat 119 adalah untuk ayah dan ibu
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Thobari:
. أخبرنا الثوري ، عن موسى بن عبيدة ، عن
محمد بن كعب القرظي ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” ليت شعري
ما فعل أبواي ، ليت شعري ما فعل أبواي ; فنزلت إنا أرسلناك بالحق بشيرا
ونذيرا ولا تسأل عن أصحاب الجحيم[Jami’ul Bayan Tafsir Thobari hal.748
Jilid 1]
Adalah riwayat mursal yang sangat
dho’if. Ulama telah berijma’ akan jatuhnya sanadnya dan tidak dapat
dijadikan hujjah. Yang pasti, telah ijma’ ayat ini turun untuk
orang-orang kafir daripada ahlul kitab.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim
hal.96 ]
Adapun pendapat Imam Nawawi ketika mensyarahkan hadits di ziarahdi atas, Imam Nawawi mengatakan:
فيه جواز زيارة المشركين في الحياة وقبورهم بعد الوفاة
[Syarah Shohih Muslim Hal. 39 Jilid 7 Imam Nawawi]
فيه جواز زيارة المشركين في الحياة وقبورهم بعد الوفاة
[Syarah Shohih Muslim Hal. 39 Jilid 7 Imam Nawawi]
Maka pendapat Imam Nawawi ini
bertentangan dengan pendapat Imam Muslim sendiri yang meriwayatkan
hadits tersebut di dalam shohihnya, yang mana Imam Muslim memasukkan
hadits tersebut ke dalam Bab: Isti’dzanun Nabi Rabbahu fi Ziyarati Qobri
Ummihi (Minta Izinnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Allah
untuk Menziarahi Makam Ibunya). Maka tentunya kita lebih memilih
pendapat Imam Muslim, karena Imam Muslim tentu lebih paham kenapa hadits
tersebut tidak diberinya judul Minta Izinnya Nabi Allah untuk
Menziarahi Makam Musyrik. Entah apa yang menyebabkan Imam Nawawi
berpendapat sedemikian. Saya juga masih bertanya-tanya. Demi menjaga
adab saya kepad Imam Nawawi, maka saya tidak berani mengatakan beliau
tersalah walaupun memang setiap kalam itu mungkin diterima dan mungkin
ditolak kecuali kalam shohobu hadzal Maqam (sambil Imam Malik
menunjukkan tangannya ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam),
tapi ini adalah husnuzhon saya terhadap Imam Nawawi, mungkin beliau ada
maksud lain di luar kufur, atau ada maksud lain yang saya belum mampu
untuk memahaminya. Makanya beliau tidak menshorihkan/menjelaskan secara
gamblang dengan perkataannya bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam adalah kafir, seolah-olah Imam Nawawi juga tahu bahwa ibu
Rasulullah memang tidak kafir. Wallahu a’lam.
Akhirnya saya tutup dengan sebuah kisah
Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi salah seorang ulama muhaqqiqin
besar Malikiyah; pernah ditanya: Bahwa ada orang yang mengatakan orang
tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam di neraka. Apa jawab Ibnu
Al-Arobi? Beliau mengatakan; “Terlaknat orang yang mengatakan orang tua
Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ
لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا .
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulullah, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina” ( Al-Ahzab 57)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulullah, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina” ( Al-Ahzab 57)
0 komentar:
Posting Komentar