Dari dulu sampai sekarang, dalam kacamata kebanyakan masyarakat awam, ada kesan bahwa torehan tanda kelam/hitam di jidat seorang muslim menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang yang khusyu’
atau paling tidak ahli beribadah (banyak sujud) dan bahwa ada yang
mengatakan bahwa tanda tersebut adalah nur (cahaya) yang bisa berdampak
prestisius dikalangan masyarakat. Jika tanda kelam/hitam di jidat tersebut dulu kebanyakan terlihat pada orang-orang yang sudah berusia matang atau berumur, kini tanda tersebut sering dijumpai ada pada jidat seorang muslim yang masih muda atau para santri pondok pesantren, bahkan
artis penyanyi dan bekas bermocora yang walau baru beberapa bulan ia
bertaubat pun ikut-ikutan diketemukan ada tanda tersebut. Bahkan ada
kesan Jidat Hitam itu seakan akan menjadi ciri khusus pada kelompok tertentu plus celana cingkrang dan jenggotnya, atau lebih di kenal dengan Salafy atau Wahhabi.
Yang artinya, “Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).
Banyak orang yang salah paham dengan maksud AYAT ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘Tanda Tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
“Dari
Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah
orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya,
“Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu
Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua
matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas
apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat
dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada
bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
“Dari
Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas
sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan
seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
Dari
Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya
terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau
lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
“Dari
Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika
seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf
datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah
merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud.
Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama
sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada
wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
“Dari
Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah,
‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah
yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban
beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua
matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah
orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an”
(Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702). Bahkan Ahmad ash Showi
mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Dari al
Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu
dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits
tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah
yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya,
“Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang
Khawarij!”.
Beliau
berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar
sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah
uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada
seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya.
Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari
arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya
namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari
ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar
ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku
meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil
dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali.
Kemudian beliau bersabda,
“Akan
keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka.
Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an
tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama
sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah
menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Cirri khas
mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).
Demikian
semoga dapat membuka pikiran dan akal sehat serta dapat menimbang mana
yang benar mana yang salah. Namun demikian hendaknya kita tidak berburuk
sangka kepada siapapun yg mempunyai tanda hitam di jidatnya.
Walaupun Tanda hitam pada jidat seseorang tidak mencerminkan prilaku kasalehan seseorang, meskipun pada sebagian orang2 saleh ditemukan tanda hitam pada jidatnya karena sering shalat. Sedangkan usaha menampakkan tanda hitam pada jidat dengan maksud agar nampak saleh hukumnya adalah haram
karena tergolong riya’. Bagi sebagaian orang yang telah nampak tanda
hitam pada jidatnya, jika dapat mendorong timbulnya sifat riya’ maka
menurut imam Ghazali harus di hilangkan agar terhindar dari sifat riya’.
1 komentar:
bagaimana cara menghilangkan tanda hitam pada jidat ? dengan mengurangi shalat ? ataw sujudnya asal2an? trlepas pro dan kontra kpd Salafy yg sy tahu tanda hitam pd jidat mereka krn mereka rajin shalat terutama tahajjud.
Posting Komentar