
Serangan terhadap WTC yang membuat
simbol kemajuan ekonomi Amerika Serikat tersebut runtuh dan sedikitnya
3.000 orang tewas, menurut Presiden Amerika Serikat George W. Bush,
dilakukan oleh organisasi militan Islam Al Qaeda yang dipimpin almarhum
Osama bin Laden. Namun demikian, tak sedikit pakar teori konspirasi yang
curiga kalau justru Amerika dan Yahudi lah dalang peristiwa terbesar
pada awal abad 21 tersebut, karena hanya beberapa jam sebelum WTC
diserang, orang Yahudi yang bekerja di kedua gedung pencakar langit
tersebut berbondong-bondong meninggalkannya, sehingga tak seorang pun
dari mereka yang menjadi korban. Yang lebih menarik, sudah menjadi
rahasia umum jika Osama merupakan mantan binaan Central Inteligent
Agency (CIA), dinas rahasia Amerika. Jadi, mengapakah orang yang dibina
balik menyerang, sehingga Islam dicap sebagai agama teroris?
Islam militan, Islam garis keras atau
apa lah namanya, merupakan salah satu bentuk perbuatan yang menyimpang
dalam Islam, karena melalui Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 77 Allah
berfirman; “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”. Dari firman ini jelas bahwa Islam tidak mengajarkan
kekerasan yang berbuah kerusakan. Islam adalah agama damai yang
mengajarkan umatnya untuk selalu sayang menyayangi, hormat menghormati,
dan menjaga apapun yang dianugerahkan Allah dengan baik sehingga tidak
mendatangkan mudharat. Itu sebabnya Islam disebut sebagai agama rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh umat.
Pada kata pengantar untuk buku Sejarah
Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A. menyebutkan, sekte ekstrem
dalam sejarah Islam telah ada sejak abad pertama Hijriyah, abad dimana
Nabi Muhammad Saw. hidup. Kelompok ini menunjukkan diri di hadapan
Rasulullah Saw. pada bulan Syawal tahun 8 Hijriyah. Ketika itu
Rasulullah baru saja memenangkan perang Thaif dan Hunain dan memperoleh ghanimah (harta
rampasan perang) yang melimpah. Oleh Rasullulah Saw., ghanimah tersebut
dibagi-bagikan di Ja’ranah, tempat miqat umrah, dan para sahabat
Rasulullah Saw. seperti Abu Bakar Siddiq, Utsman bin Affan, Umar bin
Khattab, Ali bin Abi Thalib , Sa’ad dan lainnya tidak mendapatkan
bagian, namun para sahabat yang baru masuk Islam mendapatkannya,
termasuk Abu Sufyan yang kaya raya.
Saat pembagian masih berlangsung, Dzul
Khuwaishirah dari keturunan Bani Tamim menghampiri Rasulullah dan dengan
kasarnya berkata; “Berlaku adillah, hai Rasulullah!” Rasulullah terkejut, dan berkata; “Celakalah kamu!Siapa yang akan berbuat adil jika aku saja tidak berbuat adil?”
Umar bin Khattab berkata; “Wahai Rasulullah, biarkan kupenggal saja lehernya.” Rasulullah menjawab; “Biarkan saja!”
Dzul Khuwaishirah meninggalkan Rasulullah, dan Rasulullah bersabda; “Akan
lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al Qur’an, tetapi
tidak sampai melewati batas tenggorokannya (tidak memahami substansi
misi-misi Al Qur’an, dan hanya hafal di bibir saja). Mereka keluar dari
agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang
buruannya. Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah
berhala. Kalau aku menemui mereka, niscaya akan kupenggal lehernya
seperti kaum ‘Ad.” (HR. Muslim pada Kitab Az-Zakah, bab al-Qismah). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda; “Mereka
sejelek-jeleknya makhluk, bahkan lebih jelek dari binatang. Mereka
tidak termasuk dalam golonganku, dan aku tidak termasuk dalam golongan
mereka.” (HR. Shahih Muslim).
Menurut para ulama, kedua hadist ini
menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishirah akan memiliki keturunan yang meski
pun rajin sholat, baik wajib maupun sunah, dan membaca Al Qur’an, namun
cara berfikir dan perilakunya sama sekali tidak Islami, sehingga dapat
diibaratkan seperti sudah bukan lagi muslim dan takkan pernah lagi
berperilaku seperti layaknya muslim. Keturunan Dzul Khuwaishirah ini
juga akan memerangi saudaranya sesama muslim, dan membela atau bahkan
mendukung orang-orang kafir. Rasulullah Saw menegaskan, orang-orang ini
layak dibunuh.
Apa yang disabdakan Rasulullah tersebut
terbukti 29 tahun kemudian dengan dibunuhnya al-Khalifah ar-Rasyid ke-3
Utsman bin Affan pada 37 Hijriyah hanya karena mengangkat kerabatnya
sebagai gubernur, dan berlanjut pada 17 Ramadhan 40 H dengan dibunuhnya
Ali bin Abi Thalib hanya karena Ali berdamai dengan Gubernur Syam
Muawiyah yang menuntut agar pembunuh Utsman segera dihukum (baca Islam
yang Lurus dan yang menyimpang-3). Pada abad pertama Hijriyah ini pula,
atau tepatnya pada 37 H, orang-orang yang terlibat pembunuhan terhadap
Utsman membentuk sekte Khawarij, sekte radikal pertama dalam Islam, dan
hampir 12 abad setelah Rasulullah Saw wafat, atau pada 1150 Hijriyah
(1738 Masehi), sekte Salafi Wahabi hadir di muka bumi.
Khawarij dianggap sebagai sekte radikal
karena sekte ini mengkafirkan semua orang yang berdamai atas kasus
pembunuhan Utsman bin Affan, seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan
lain sebagainya. Selain itu, selama sekte ini tumbuh dan berkembang pada
zaman pemerintahan Bani Umayyah, sekte ini menjadi oposisi pemerintah
dengan militansi luar biasa dan nekat, sehingga meski hanya berkekuatan
80 orang, mereka berani melawan penguasa. Jika di antara mereka ada yang
tewas, mereka menganggapnya syahid. Sekte ini kemudin terpecah menjadi
beberapa sekte, di antaranya Al-Azariqah, al-Ibadiyah, an-Najdat, dan
Ash-Shufriyah. Yang paling ekstrim adalah sekte Al-Azariqah karena
kelompok ini menganggap orang di luar Khawarij adalah kafir.
Pembunuhan terhadap Utsman, Ali, dan
munculnya sekte Khawarij tak lepas dari campur tangan Abdullah bin
Saba’, orang Yahudi asal Yaman yang disusupkan kaumnya untuk memecah
belah Islam. Orang ini pula yang meng-create sekte Syi’ah. Bagaimana dengan Salafi Wahabi? Mengapa sekte ini juga dianggap radikal?
***
Bukhari dan Ahmad meriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda sambil menunjuk ke timur Madinah; “Sesungguhnya
fitnah-fitnah itu dari sana, sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana,
sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, dimana (dari sana) muncul
tanduk setan”.
Abdullah Ibnu Umar r.a. berkata; aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbar, “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah itu di sana-sambil menunjuk ke timur Madinah- dari sana muncul tanduk setan.” (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dan imam yang lain).
Hadist-hadist yang isinya kurang lebih
sama dengan kedua hadist ini lumayan banyak. Dari hadist-hadist ini
diketahui kalau penyimpangan ajaran Islam yang memicu munculnya
sekte-sekte banyak yang berpusat di suatu wilayah di timur Madinah.
Wilayah manakah itu? Jawabannya pada hadist berikut.
Rasulullah Saw. bersabda; “Ya,
Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Syam (kini bernama
Syiria) kami. Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Yaman
kami.” Orang-orang (dari Najd) meminta; “Juga kepada kegeri Najd kami,
ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab; “Ya, Allah, berikanlah kami
keberkahan kepada negeri Syam kami. Ya, Allah, berikanlah kami
keberkahan kepada negeri Yaman kami.” Orang-orang (dari Najd) kembali
meminta; “Juga kepada negeri Nadj kami, ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw.
bersabda untuk ketiga kalinya; “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan,
fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk setan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Thabarani, Ibnu Hibban, dan lainnya).
Jadi jawabannya adalah, pusat berdirinya
sekte-sekte yang menyimpang dari ajaran Islam adalah Najd, Saudi
Arabia. Muhammad ibnu Abdul Wahab, pendiri sekte Salafi Wahabi, lahir di
Najd. Begitupula Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab yang pada 10 H
mengaku-ngaku sebagai nabi, dan mengirim surat kepada Rasulullah Saw
agar bumi dibagi dua, separuh untuknya dan separuh lagi untuk
Rasulullah. Nabi palsu ini dibunuh oleh Khalid ibnu Walid pada 11 H,
pada masa pemerintahan Abu Bakar Siddiq.
Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi yang
pada 11 H mengaku bertemu Jibril dan mendapat wahyu dari Allah SWT, juga
berasal dari Najd. Nabi palsu ini diperangi Abu Bakar Siddiq dan kabur
ke Syam. Pasukannya semua terbunuh. Pada akhir hayatnya, Thalhah
bertobat kepada Allah dan kembali menjalani syariat Islam dengan benar.
Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid
at-Tamimah, nabi palsu pada 10 H yang juga ahli bahasa Arab dan tukang
sihir, juga berasal dari Najd. Wanita ini merupakan nabi palsu saingan
berat Musailamah, dan bahkan menikah dengannya. Setelah Musailamah
tewas, dia bertaubat dan menjalankan syariat Islam dengan benar.
Yang paling menakjubkan dari sabda
Rasulullah tentang Najd adalah Dzul Khuwaisirah yang menuding Rasulullah
tidak adil, berasal dari Najd. Bahkan penampilan Dzul mirip dengan
penampilan umumnya penganut sekte Salafi Wahabi, karena menurut Imam
Nawawi, Dzul berjidat hitam, kepalanya botak, bersorban, tinggi gamisnya
setengah kaki, dan bejenggot panjang. Jidat yang hitam berasal dari
bertemunya jidat dengan lantai kala sholat. Ini menjelaskan kalau Dzul
orang yang rajin sholat, baik yang wajib maupun sunah. Yang lebih
menakjubkan, seperti halnya sekte Al-Azariqah yang merupakan sempalan
sekte Khawarij, Salafi Wahabi pun menganggap kafir orang-orang yang
tidak sejalan dengannya.
Pertanyaannya sekarang, apakah itu
berarti ajaran sekte Salafi Wahabi merupakan pengejawantahan dari ajaran
sekte Khawarij? Atau hanya memiliki kesamaan ajaran saja?
Sekarang mari ingat-ingat penampilan
Imam Samudera, Amrozi, dan para pelaku bom Bali I dan Bom Bali II yang
dihukum mati pada November 2008. Apa yang Anda dapatkan? Jidat yang
hitam, jenggot, bersorban, dan celana panjang yang menggantung dan tidak
mencapai mata kaki? Apakah ini berarti Imam Samudera cs merupakan
pengikut Salafi Wahabi? Wallahusallam bissawab. Tapi yang pasti
Imam Samudera cs menganggap Indonesia sebagai negara kafir karena
menjadi ‘antek-antek’ Amerika Serikat, meski pun penduduk negara ini
mayoritas Islam. Mereka bahkan menganggap kematiannya sebagai syahid, sama seperti keyakinan pengikut sekte Khawarij.
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar