Minggu, 20 Mei 2012 - 0 komentar

Rekam Jejak Gerakan Wahhabisme 4 (Sekilas Ajaran Wahhabisme)



Setelah memaparkan sejarah perkembangan Wahhabisme, penting kiranya untuk sedikit menyinggung doktrin utama ajaran mereka.
Dari paparan sejarah sebelumnya, sebetulnya dapat terbaca bagaimana corak ajaran mereka. Namun di bagian ini penulis akan mencoba meringkasnya seraya menambahkan beberapa poin yang penulis anggap penting.
Kaum Wahhabi, seperti pendirinya, adalah orang-orang yang berpikir sangat linier, literal, kaku, serta sangat denotatif dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits. Umumnya mereka menolak majâz (metafora). Bagi mereka, semua inovasi itu sesat dan semua yang sesat itu masuk neraka. Sehingga bid’ah hanyalah sebuah eufimisme, kata pelembut untuk ‘kafir’.[18]
Mereka juga menolak keberadaan seni dan budaya dalam Islam, serta tidak mementingkan peninggalan sejarah Islam. Oleh karena itu, tempat-tempat bersejarah Islam seperti rumah tempat kelahiran Nabi, rumah Ummul Mu’minîn Khadîjah, serta tempat tinggal Nabi dihancurkan. Padahal, menurut Syaikh Ja’far Subhani, awalnya Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab memusatkan upayanya hanya untuk menghancurkan kuburan-kuburan saja, bukan menghancurkan setiap peninggalan yang ditinggalkan Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia. Tetapi para pengikutnya kini telah meluaskan usahanya dengan melakukan pemusnahan setiap peninggalan Islam, dengan dalih perluasan kedua tempat suci, Makkah dan Madinah.[19] Ini tentu sangat disayangkan dan penting untuk diperhatikan kaum Muslim di seluruh dunia.
Kian hari umat Islam mengalami persoalan yang kian menumpuk. Namun bagi Wahhabi, persoalan utama umat Islam terletak pada masalah tauhid, di mana mereka membaginya menjadi tiga bagian:[20]
1). Tauhid al-Rububiyyah
Tauhid ini mengandung arti pengakuan bahwa hanya Allah semata yang memiliki sifat rabb, penguasa dan pencipta dunia, yang menghidupkan dan mematikan. Tauhid ini sekadar pengakuan verbal yang dengannya saja belum memadai untuk mencapai kualitas sebagai Muslim.
2). Tauhid al-Asma wa al-Sifat
Mengandung pengertian hanya membenarkan nama dan sifat yang disebut dalam Al-Qur’an. Tidak diperbolehkan menerapkan nama-nama tersebut kepada siapapun selain Tuhan. Ini merupakan ulangan dari apa yang dirumuskan oleh Ibn Taymiyyah yang mengecam antropomorfisme.
3). Tauhid al-‘Ibâdah
Mengandung pengertian bahwa seluruh ibadah hanya ditujukan kepada Allah. Tauhid inilah yang dianggap paling penting, yang membatasi secara tegas antara Islam dan kufur, antara tauhid dan syirik. Di sini tauhîd al-‘ibâdah didefinisikan secara negatif, dalam arti menghindari praktik-praktik tertentu; bukan secara afirmatif. Inilah yang mengakibatkan perasaan takut terhadap apa yang dianggap sebagai penyimpangan. Ini membantu menjelaskan mengapa Wahhabisme memiliki watak yang sangat keras.[21] Maka segala macam bentuk tawassul, ziyarah, tabarruk, syafâ’ah, hingga praktik-praktik yang telah menjadi tradisi dalam Islam Sunni dan Syi’ah sepeti maulid, dianggap sebagai pelanggaran atas tauhîd al-‘ibâdah.
Dalam pandangan Wahhabi, bid’ah dibagi menjadi dua: 1). Bid’ah dalam adat dan tradisi; 2). Bid’ah dalam agama. Bid’ah yang pertama hukumnya mubah/ boleh, sedangkan yang kedua haram dan sesat. Bid’ah yang kedua kemudian dibagi lagi menjadi dua: bid’ah qawliyyah i’tiqadiyyah dan bid’ah fi al-‘ibadah.
Bagi Wahhabi, kaum Syi’ah, Sufi, dan kebanyakan kaum Sunni telah melakukan bid’ah baik bid’ah qawliyyah i’tiqadiyyah maupun bid’ah fi al-‘ibadah. Maka dari itu boleh (bahkan harus) diperangi.

0 komentar:

Posting Komentar